Laman

Rabu, 22 Februari 2017

A for Asyer

Lama tak bersua di blog ini.
I have something to tell you guys.
Lemme introduce my boyfie..


Namanya Asyer Malaihollo. Lahir di Tangerang 31 Januari 1995. Aquarius. Warna favoritnya katanya merah (?) tapi selalu suka pake baju warna hitam atau putih. Suku ambon. Anak dari tante Rita Latuperissa, dan om Luky Malaihollo. Punya adik perempuan dan laki-laki. Adik perempuan namanya Ruth, dan adik laki-lakinya namanya Joshua. Dia suka banget sama nasi goreng dan martabak, jangan lupa dipisah setengah keju setengah coklat untuk toppingnya. Dia juga suka sama susu ultra milk yang vanilla dan milk tea. Dia hobi banget streaming video bassist-bassist kaya barry, yudith, dan sebagainya. Kalo udah marah langsung diem, tapi kalo marahnya boongan gak lama ketawa. Dia gak suka nonton film horor. Sukanya action.-_-. Gak suka makan sayur. Apalagi ya...

Gue kenal makhluk ini dari temen pelayanan. Awalnya gue sama sekali gak kenal dan gamau kenal dia. Karena menurut gue, dia bukan gue banget. Karena gaya nya terlalu sombong, dan ga berbaur. Gue mulai kenal nama dia sejak dia lagi deket sama temen pelayanan gue yang lain. Hanya sebatas tahu dan gak peduli juga bener deket apa engga. 

Tapi sampe suatu hari, waktu lagi ibadah youth, gue nemuin susu ultra punya makhluk ini. Kata temen gue itu punya asyer tapi udah gamau jadi boleh dibawa pulang aja. Bener dong gue bawa pulang. Keesokan harinya, dia nanyain susunya dan temen gue bilang kalo itu diambil sama gue. Lu bayangin aja takutnya gimana, gapernah ngobrol becanda terus ditagih. Serem. Karna first impression gue lihat dia ya serem. galak. jutek. Mulai dari situ mulai agak basa basi nyapa. Pas gue ulang tahun, dia ngucapin via socmed. Sampe pas awal awal februari... dia minta kontak gue dengan alasan mau ajak ngeband bareng. Muji muji gue lah suara gue blabla. (sekarang mah dikomentarin mulu).
Kita jadi sering kontakan, sering chatting, dengan alasan ya karna satu temen band. Jadi wajar aja kita sering nongkrong bareng dan chattingan curhat satu sama lain.

Waktu itu gue lagi deket sama temen cowok gue yang lain. Jadi gue punya dua temen deket cowok saat itu. Tapi karna satu dan lain hal, akhirnya gue mulai jauh dari temen gue yang satu lagi. Asyer selalu kepo tentang masalah gue. Introgasi gue. Nyamperin gue ke ruang pengerja. Ngajak main. Dan akhirnya gue nyaman sama dia. Gue ngerasa dia selalu ada. HAHAEEE. Tapi setiap orang yang ngira kita berdua pacaran, gue selalu ngelak. Gue selalu bilang karna sifat dia friendly ke semua cewek. Jadi gue anggep dia sebagai abang gue juga.

Saat dia kecelakaan, gue jengukin dia. Khawatir setengah mampus. Gue nyaman. Tapi gue gak pernah mikir bakal jadi pacar. Sejak dia mulai gasuka gue deket sama temen cowo gue yang dulu. Dia makin frontal deketin gue. Mulai dari ngajak makan terus, jemputin gereja terus, nonton bareng terus, dan minta anterin latihan band. Singkat cerita kita jadian tgl 5 april 2016. 

Meskipun orang ini banyak ngeselinnya. Tapi banyak hal baru yang gue kenal dalam diri orang ini. Dia orang yang mudah berbaur, dia gak pernah perhitungan buat bantu orang lain, meskipun bandel tapi dia bisa diandalkan saat orangtua nya butuhin dia, i adore his responsibility as a man. Talenta bermain musiknya, dan banyak hal lain yang gue kagumin. Gue gak pernah mau meninggi-ninggikan dia ataupun menjatuhkan dia di depan banyak orang. Supaya dia gak tinggi hati ataupun sebaliknya. Gue mau dia tetep jadi orang yang sederhana. Karena gue mencintai dia dengan sederhana.

Banyak hal yang berbeda dari kita berdua. Dan gue tau harus menyesuaikan diri. Gue yang sangat sensitif, dan memang umumnya cowok lebih datar dalam perasaan. Gue yang cemburuannya sangat amat, dan dia yang masih standar-standar aja. Gue yang sangat "social media" banget, yang menganggap sebuah perhatian di social media merupakan hal yang istimewa, sedangkan dia menganggap dunia nyata itu lebih penting. Gue yang sulit berbaur, sedangkan dia sangat mudah. Banyak. Banyak banget hal yang berbeda. Dan memang seharusnya saling melengkapi.

Mungkin berharap memang tidak salah. Semoga memang dia yang terakhir. Semoga memang ada jalan untuk kedepan. Semoga bukan seperti yang sebelum-sebelumnya. Dan semesta selalu mengamini apa yang kita yakini. 








My Family. My Home.

Saya lahir dalam sebuah keluarga yang takut akan Tuhan. Dalam keluarga ini, saya diajari tentang apa itu keterbukaan, kasih sayang, dan perhatian satu sama lain. Saya mengerti apa arti memberi tanpa pamrih, apa arti memaafkan tanpa mengungkit, apa arti menasehati tanpa menghakimi, apa arti melindungi dan bukan meninggalkan. Saya ingin menjadi seperti mama saya jika sudah besar nanti. Wanita yang saya idolakan sejak kecil. Keramahannya, kasih sayangnya yang tidak memandang status, dan sebuah pelukan hangat yang dia berikan setiap kali anaknya memiliki masalah. Saya mengaguminya. Tak peduli apapun kata orang lain tentangnya. Saya juga ingin seperti ayah saya jika sudah besar nanti. Pria yang bertanggung jawab terhadap keluarganya. Pria yang panjang sabar menghadapi sikap anaknya bukan dengan ringan tangan. Pria yang humoris. Tak peduli seberapapun seringnya saya bertengkar dengan mereka berdua. Saya tetap mengaguminya.

Keluarga saya adalah harta paling berharga yang saya miliki. Saya adalah anak perempuan satu-satunya di rumah ini. Dengan 4 saudara laki-laki yang saya miliki. Mereka selalu menjadi kebanggaan saya saat bercerita tentang keluarga saya kepada orang lain. Selalu..
Saudara laki-laki saya yang pertama, seorang pria yang cukup pintar dalam bidang akademiknya, yang selalu menasehati saya mengenai apapun yang akan saya lakukan, pria yang dewasa, bertanggung jawab dan jauh lebih sabar dibandingkan yang lainnya. Dia cukup pendiam jika tidak ada mama di rumah. Ya, rumah memang bukan "rumah" jika tanpa seorang mama. Beliau mampu membuat rumah menjadi lebih hidup dengan canda tawa. 

Saudara laki-laki saya yang kedua, seorang pria yang pemberani. Saya selalu merasa aman jika berada di dekatnya. Berapapun saya melakukan kesalahan, dia selalu ada melindungi saya. Menjadikan saya merasa berharga. Kasih sayangnya kepada semua saudaranya sangat saya kagumi. Canda tawanya yang selalu menghibur saya dirumah. Saya sangat mencintai kedua kakak laki-laki saya lebih dari apapun.

Saudara laki-laki saya yang ketiga, seorang pria yang kini cukup pendiam dan memilih sibuk dengan dunianya. Saya tidak menyalahkan dia atas perubahan sikapnya. Mungkin dia memang butuh sosok ibu yang mendampinginya di saat saat pertumbuhannya menjadi remaja. Dengan jiwa mudanya yang selalu ingin memberontak. Tapi dulu dia termasuk anak laki-laki yang selalu jadi musuh saya untuk bertengkar di masa kecil. Anak laki-laki yang pernah saya kagumi ketika apapun yang dia lakukan dia selalu berdoa. You will be my little brother.

Saudara laki-laki saya yang keempat, seorang anak laki-laki yang berbeda diantara yang lainnya. Dia istimewa. Tanpa dia, rumah saya mungkin hanya seperti sekat sekat tembok yang tak ada penghuninya. Keberadaannya mampu menyatukan kami satu sama lain. Dia berbeda bukan karna kurangnya, tapi karna dia istimewa.

Saya mencintai keluarga saya dengan sangat. Mungkin Tuhan mempunyai alasan mengapa saya dilahirkan dalam keluarga ini. Beberapa bulan ini, hati saya memang sangat tersentuh ketika saya mendengar para hamba Tuhan memberikan khotbah tentang keluarga, tentang apa itu kasih mula-mula. Saya merasa saya belum merasakan itu lagi di keluarga saya. Saya sempat membenci Tuhan karna doa saya bertahun-tahun tidak pernah Tuhan jawab. Kenapa disaat teman-teman seumuran saya dapat merasakan kehangatan di rumahnya, sedangkan saya tidak? Kenapa semua orang membicarakan kasih mula-mula, sedangkan keluarga saya belum mampu memilikinya? Kenapa begitu sulit melupakan hal menyakitkan di masa lalu demi masa depan yang lebih baik?

Hari itu. Ketika saya sedang beribadah. Saya melihat ibu dan ayah sedang merangkul anak-anaknya di hari kasih sayang. Saling menyatakan kasih satu sama lain. Saling meminta maaf. Mereka tampak mesra sekali. Ada yang sampai menitikan air mata. Sebenarnya hal itu biasa saja bagi saya yang masih memiliki kedua orang tua. Tapi saat itu, air mata saya tidak berhenti menetes. Hati saya ingin berteriak "saya ingin di posisi anak anak itu, Tuhan", Saya ingin ada pemulihan di keluarga saya. Sejak kecil selalu ada doa yang saya ucapkan dalam hati. Saya ingin keluarga saya menjadi berkat. Karena semua hal yang baik, dimulai dari dalam rumah. Saya ingin ada kasih mula-mula dalam keluarga saya. Setiap kali saya merenungkan hal ini. Saya selalu ingat setiap tetes air mata yang pernah terjatuh dari saudara-saudara saya dan kedua orang tua saya. Saya tahu, kerinduan yang sama juga ada dalam diri mereka. 

Kemudian seseorang mengingatkan saya, agar saya jangan berhenti untuk berharap. Supaya saya terus mendoakan setiap anggota keluarga saya. Dalam organisasi saya di gereja, dalam pelayanan, saya selalu diingatkan tentang kasih mula-mula antara ibu dan anak, ayah dan anak, orangtua dan anak, suami dan istri. Saya selalu mengaminkan apa yang dikatakan mereka. Pernah suatu hari, saat malam natal dan penyalaan lilin natal. Saya melihat dari mimbar, melihat keluarga saya bergandengan tangan. Saya merasakan sekali kerinduan saya begitu dalam akan pemandangan itu. Dari awal lilin dinyalakan, dari situ juga air mata saya menetes. 

Dulu saya termasuk orang yang tertutup. Saya benci keterbukaan apalagi tentang keluarga saya. Tapi semakin besar saya semakin mengerti bahwa keterbukaan awal dari pemulihan. Saya ingin dipulihkan. Saya ingin menjadi berkat bagi banyak orang. 

They're my family. They're my home.....
And i always proud of them.