Laman

Jumat, 10 Januari 2014

Ini waktunya

Foto itu penuh debu. Setelah sekian lama menempel di dinding itu, pagi ini kulepaskan. Gemetar sekali rasanya. Sama seperti melepaskan masa lalu yang belum benar benar selesai. Seperti ini rasanya. Nyatanya sama saja. Sakit. Sakit sekali.

Ku penuhkan niatku, aku harus berubah. Kehidupanku masih panjang. Lagi pula cepat atau lambat hal ini pasti akan terjadi. Pasti. Aku juga terbiasa merasakannya, kehilangan. Anehnya, sampai saat ini aku tidak pernah mudah menerima kenyataan itu dengan begitu cepat.

Niat awalku kini berubah lagi. Hampir saja aku ingin mengubah keadaan jadi seperti semula, nyatanya terlambat. Mungkin memang ini jawaban Tuhan dari setiap doaku. Sungguh, ini memang jawaban dari pertanyaan pertanyaanku pada Tuhan selama ini. Dan dia jawab pasti pada waktu yang tepat.

Tidak ada yang perlu aku sesali. Tidak juga dengannya. Aku bersyukur masih bisa merasakan sakit seperti ini, karena aku tahu akan selalu ada pelangi sehabis hujan. Akan selalu ada tawa setelah ada tangis. Akan selalu ada pertemuan lagi setelah ada perpisahan. Tuhan, terimakasih atas rasa ini. Aku pergi.

Senin, 06 Januari 2014

:)

"Aku rasa kita cukup sampai disini." Ujar wanita itu dengan penuh keraguan.

"Tapi kenapa?" jawab lelaki di depannya.

"Semakin banyak ketidak cocokan yang hanya kita paksakan. Akan semakin sakit nantinya. Akan semakin sulit semuanya. Aku tidak bisa melanjutkannya dengan banyak alasan yang tidak perlu kau tahu. Berbahagialah dengan yang lain. Kejar duniamu. Selama ini kau terlalu sibuk memikirkanku sehingga lupa dengan segala cita mu. Mungkin suatu saat aku akan menyesali perkataanku ini. Mungkin.. Atau tidak sama sekali." Wanita itu menjawab dengan menundukan wajahnya. Matanya tak kuasa membendung tangis sesak di dalam dadanya. 

"Kau yakin? Kau tak ingin mencobanya sekali lagi? Bahkan jika aku memohon dan mengemis padamu.. Kau tetap tak ingin? Aku mencintaimu. Aku bertahan selama ini untukmu. Bukan, bukan hanya untukmu, tapi untuk kita. Tak ingatkah kau dengan segala mimpi yang kita buat?" Jawab lelaki itu dengan tatapan penuh tanya dan wajah yang seakan menyembunyikan kekecewaan teramat dalam.

"Maaf. Dengan segala pertimbanganku, dengan segala kekhilafanku dan dengan segala keikhlasanku.. Ini memang yang terbaik. Aku tidak pernah bermaksud melukai hati siapapun termasuk kamu. Sebenarnya, kau tahu apa kekecewaan terdalamku. Hanya saja aku ingin kamu menyadarinya sendiri. Aku sangat yakin, tidak lama lagi hatimu akan menemukan penggantiku. Dan saat itu, mungkin aku akan benar benar pergi dari kehidupanmu. Tak apa jika kau menilaiku dengan sebelah mata. " tangispun mulai jatuh dari kedua bola mata wanita itu. Mungkin ini adalah saatnya. Saat dimana segala hal yang dipendamnya harus diucapkan yang terakhir kali. Tak ada jawaban dari lelaki itu. Lelaki itu hanya tertunduk diam dengan segala emosi yang memuncak dan terdengar suara tangis yang tertahan.

"Aku berterima kasih atas pertemuan denganmu. Tapi setiap pertemuan sudah pasti ada perpisahan. Setidaknya, aku bersyukur telah banyak perubahan dari hidupmu. Sedikit demi sedikit aku bisa menemanimu mengejar cita mu. Sekarang telah selesai. Kau lanjutkan segala mimpimu yang tertunda karena ku. Tidak akan ada lagi gadis remaja yang merengek seperti anak kecil di hadapanmu. Tidak ada. Tidak akan ada lagi keluhan seorang gadis setiap hari di layar ponselmu. Tidak. Tidak akan ada lagi perbedaan pendapat yang muncul karena masalah yang aneh. Selamat tinggal, sayang. Aku pasti akan merindukanmu." Dengan penuh tangisan di pipi, wanita itu mencium kening lelaki yang ia cintai lalu pergi meninggalkannya. Lelaki tersebut hanya bisa menahan tangisnya hingga wanita itu hilang dari hadapannya.